Kamis, 01 Oktober 2015

Kain Ulos


Ulos atau yang disebut kain ulos berbentuk selendang tak bisa dipisahkan dari kehidupan orang Batak. Kain ini merupakan salah satu busana khas Indonesia yang dikembangkan oleh masyarakat Batak, Sumatera Utara. Kala itu kain ulos digunakan untuk menghangatkan badan. Dalam tradisi batak ada istilah “mengulosi”, yang artinya menghangatkan badan dengan kain ulos. Ada aturan yang harus dipatuhi untuk mengulosi, antara lain orang hanya boleh mengulosi menurut kekerabatan dari atas ke bawah. Misalnya, orang tua boleh mengulosi anak, tetapi anak tidak boleh mengulosi orang tua.




Dalam prinsip kekerabatan Batak disebut ‘Dalihan Na tolu’, yang terdiri atas unsur-unsur hula-hula boru, dan dongan sabutuha, seorang boru sam sekali tidak dibenarkan mengulosi hula-hulanya. Ulos yang diberikan dalam mengulosi tidak boleh sembarangan, baik dalam macam maupun cara membuatnya. Bagi masyarakat Batak, kain ini melambangkan kasih sayang antara orangtua dengan anak, atau antara anak dengan orangtua.

Setiap ulos memiliki sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan dengan hal atau benda tertentu. Dalam pandangan suku Batak, ada tiga unsur yang mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu darah, nafas, dan panas. Darah dan nafas merupakan unsur pemberian Tuhan, sementara unsur panas tidak selalu pemberian Tuhan. Panas bisa berupa dari matahari, api maupun panas yang dibuat manusia.
Panas yang diberikan matahari tidak cukup untuk menangkis udara dingin dipemukiman suku bangsa batak, lebih-lebih lagi di waktu malam. Ulos adalah salah satu sumber panas selain dari matahari dan api. Makanya, bagi mereka, ulos berfungsi memberikan panas yang menyehatkan badan dan menyenangkan pikiran.

Nenek moyang suku Batak tinggal di pegunungan. Mereka hidup terbiasa di dataran tinggi yang memiliki cuaca yang amat dingin hingga menusuk tulang. Mula-mula nenek moyang suku Batak mengandalkan sinar matahari dan api sebagai tameng melawan rasa dingin. Mereka menyadari, bahwa matahari tidak bisa diperintah sesuai dengan keinginan manusia.

Pada siang hari awan dan mendung sering kali bersikap tidak bersahabat. Sedang pada malam hari rasa dingin semakin menjadi-jadi dan api sebagai pilihan kedua ternyata tidak begitu praktis digunakan waktu tidur karena resikonya tinggi. Mereka pun mencari alternatif lain yang lebih praktis. Mereka membuat kain yang tebal dan lembut dengan motif yang sangat artistik. Kain tersebut kemudian diberi nama ulos yang artinya selendang. Ulos sebagai produk budaya asli suku Batak berfungsi untuk menghangatkan badan.
Tidak seperti matahari yang terkadang menyengat dan terkadang bersembunyi, tidak juga seperti api yang bisa menimbulkan bencana, ulos bisa dibawa kemana-mana. Lambat laun ulos menjadi kebutuhan primer, karena bisa juga dijadikan bahan pakaian yang indah dengan motif-motif yang menarik. Kain ulos pun makin digemari karena praktis.

Meskipun ulos pada umumnya berbentuk selendang ataau kain yang dipergunakan pada acara tertentu, tapi kini bisa berbagai macam bentuk. Misalnya sering dijumpai ulos dalam bentuk produk sovenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, dan gorden.

Kain ini didominasi warna merah, hitam, dan putih yang biasanya ditenun dengan benang warna emas atau perak. Kain Ulos jenis tertentu dipercaya mengandung kekuatan mistis dan dianggap keramat, sehingga memiliki kekuatan magis untuk melindungi raga bagi pemakainya.

Ada banyak jenis kain ulos yang dikenal dan dibuat oleh masyarakat Batak. Adapun jenis tersebut, yaitu ulos si tolu tuho yang biasanya hanya dipakai sebagai ikat kepala atau selendang wanita, ulos suri suri yang sering dipakai kaum wanita sebagai sabe-sabe, ulos rujjat yang biasanya dipakai oleh orang kaya atau orang terpandang .

Kemudian ada ulos ragi idup silindung, ragi idup, mangiring yang memiliki corak saling iring-beriring. Ulos ini melambangkan kesuburan dan kesepakatan. Ulos ini sering diberikan orang tua sebagai ulos parompa kepada cucunya. Lalu ada lagi ulos sadum yang memiliki warna ceria, sehingga sangat cocok dipakai untuk suasana suka cita.

Selanjutnya ada ulos si bollang, bintang maratur, harungguan. Jenis ulos harungguan sudah sangat langka. Ada lagi ulos antak-antak, ulos padang ursa, ulos pinan lobu-lobu, ulos pinuncaan, ulos ragi hotang yang biasa diberi kepada sepasang pengantin yang disebut sebagai Ulos Hela. Ulos lainnya adalah ulos ragi huting, sibunga umbasang, simpar, simarinjam sisi, ulos tumtuman. Ulos terakhir ini dipakai sebagai tali-tali yang bermotif dan dipakai anak yang pertama dari hasuhutan.

Selain memiliki nilai filosofi seperti yang dijelaskan sebelumnya, kain ini memiliki nilai histori yang cukup tinggi pula. Menurut Miyara Sumatera Foundation, ulos merupakan salah satu peradaban tertua di Asia yang sudah ada sejak 4.000 tahun lalu pada kebudayaan Batak. Bahkan ulos telah ada jauh sebelum bangsa Eropa mengenal tekstil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar